Kanker Sebagai Penyakit Endokrin (Kanker 3)

Kanker-Sebagai-Penyakit-Endokrin

Kanker sebagai penyakit endokrin bermula karena saking lambatnya progres kanker hingga saat ini. Richard Nixon menyuarakan perang mengusir kanker pada tahun 1971. Sudah hampir setengah abad lho, tapi sampe detik ini, manusia nggak pernah jadi sang juara.

OOT: untuk melihat seri Kanker klik di sini (bagian 1), dan di sini (bagian 2).

Jika Anda HANYA menilik berapa banyak jumlah orang yang menderita kanker, semuanya terlihat suram banget. Namun, ini nggak cukup sahih. Dalam beberapa dekade terakhir, skrining kanker telah menanjak secara signifikan—dengan meningkatnya adopsi prosedur seperti mamografi dan kolonoskopi. Apakah itu awal muasalnya kanker diasumsikan sebagai penyakit endokrin.

Tenang, sabar dulu, jangan terburu-buru, Sob.

Ketika Anda mendeteksi kanker sebelumnya, tampaknya kanker di masyarakat tersebar lumayan ensiklopedis. Tetapi sebenarnya jumlah kanker sih sama aja, Anda hanya jadi seolah-olah ketemu lagi dan lagi dengan kasus kanker. Jadi penilaian yang paling tidak bias adalah menghitung jumlah kematian, meskipun ini juga tidak sepenuhnya akurat.

Salah satu faktor risiko paling esensial untuk pertumbuhan kanker adalah usia, dan seiring mengambungnya usia harapan hidup, angka kematian akibat kanker juga meninggi. Anda dapat menyesuaikan secara kasar untuk usia, dan hasilnya nggak molek. Impaknya? Hamsyong pokoknya. Menyedihkan.

Katakanlah pada penyakit jantung, sudah ada :

  1. Pembedahan yang modern.
  2. Angioplasti.
  3. Smoking cessation atau berhenti merokok.
  4. Dan obat-obatan (penghambat beta, aspirin, dan penghambat ACE).

Metode di atas telah digabungkan menjadi satu, dengan tujuan? Apalagi jika bukan untuk memangkas kematian selama 40 tahun belakangan. Dan sialnya, berita tentang kanker jauh lebih beluwek.

Sementara tingkat kematian akibat kanker pada manusia yang berusia kurang dari 65 telah membaik, tetapi, si level hampir nggak beranjak pada mereka yang berumur lebih dari 65, yang mana merupakan bagian renik dari mayoritas penyakit. Sebagai persentase kematian, kanker mencapai 18% pada tahun 1975 dan 21% pada tahun 2013. Not good. Bobrok, Sob.

Ini diperburuk oleh fakta bahwa kanker jauh, jauh lebih lazim pada kelompok usia yang lebih tua (> 65 tahun). Jadi progres baik sedang dibuat di usia yang lebih muda, di mana kanker lebih cenderung menjadi mutasi genetik, tetapi untuk kalangan sepuh malah diabaikan.

Ini terlepas dari kesuksesan spektakuler yang dibuat dalam genetika medis. Kita telah mengurutkan seluruh genom manusia. Bukan main-main lho ini, bahkan stukturisasi dilakukan pada seantero genom dari beberapa kanker dengan Atlas Genom Kanker yang mahalnya kebangetan dan optimis.

Anda bahkan bisa dapetin layar genetik yang dipersonalisasi untuk berbagai penyakit. Kita sekarang dapat mengembangkan antibodi spesifik terhadap hampir semua protein dalam tubuh. Tapi nggak ada yang berkontributif banget.

Jadi sebenarnya, di mana sih letak kesalahan kita?

Kekeliruan akbar (spoiler alert) adalah persepsi kanker sebagai penyakit akumulasi mutasi genetik. Ketika Anda menghandel kasus dari sudut yang invalid, Anda nggak memiliki peluang untuk melihat solusinya. Jika Anda berlari ke arah yang salah, terlepas secepat apa pun Anda melesat. Anda tetap nggak akan sampe ke tujuan.

Sesungguhnya, kanker bukan hanya penyakit genetik. Bukan penyakit keturunan. You must approach is as an endocrine (hormonal) disease.

Strateginya adalah, Anda harus pedekate dari sisi penyakit endokrin (hormonal). Kanker umumnya dipersepsikan oleh publik dan mayoritas ahli onkologi (spesialis kanker) dan peneliti sebagai kelainan genetik. This is called the somatic mutation theory (SMT). Ini disebut teori mutasi somatik (SMT).

Kita tahu bahwa sel kanker mengandung banyak mutasi berbeda dalam gen yang dikenal sebagai:

  • Gen onkogen dan.
  • Penekan gen tumor.

Dipercayai bahwa kanker berkembang karena kumpulan mutasi genetik yang terjadi secara acak. Yaitu, sebuah sel secara perlahan, selama beberapa dekade mengumpulkan sejumlah mutasi random yang memberinya kekuatan super, seperti menjadi immortal nan abadi, tak akan pernah mati, akan selalu menang, sanggup menjebol pertahanan tubuh lawan, punya power untuk menyebar ke luar batas normalnya, mampu untuk menumbuhkan pembuluh darah baru saat dibutuhkan, bermutasi lagi dan lagi, resisten terhadap kemoterapi dll.

Ketika Anda memikirkan dari kacamata itu, kayaknya nggak mungkin deh manusia bermutasi dan dapet kapabilitas untuk menembakkan sinar laser gemerlap menyilaukan dari mata kita, atau menempel pada dinding seperti laba-laba.

Maksud saya, saya lebih suka memiliki cakar seperti Wolverine daripada punya kemampuan menganak-pinakkan kanker. Keduanya jelas nggak mungkin, Sob. Imposibel lah itu. Namun kita menerima hal yang tidak mungkin ini dari sel kanker setiap hari. This unlikely feat ini kita sedot dalam-dalam bagai orang dungu.



Tetapi ada segepok bukti yang membuktikan bahwa kanker bukan hanya sekadar penyakit genetik. Diet is a prime example. Diet adalah contoh superior. Ada konsensus bahwa obesitas berkontribusi pada kanker tertentu.

Tidak ada substansi tunggal dalam makanan, meskipun menunjukkan korelasi yang cukup gagah untuk menandainya dengan tandas sebagai karsinogen, selain beberapa hal langka seperti aflatoksin. Nggak ada lemak makanan, daging merah, atau karbohidrat yang dapat dengan tegas dikaitkan dengan kanker. Namun bersama-sama, diperkirakan 1/3 dari kematian akibat kanker di Inggris dapat dicegah dengan tindakan diet (Peto, Nature 2001). Panel ahli Amerika juga baru-baru ini sampai pada kesimpulan yang selaras.

Sementara sifat pasti dari perubahan-perubahan diet tersebut masih bisa diperdebatkan karena nggak ada standar, makanan yang dikonsumsi secara luas diketahui sangat mutagenik (menyebabkan mutasi genetik, seperti radiasi ion).

Studi migrasi adalah contoh nyata dari pengaruh lingkungan terhadap level kanker. Imigran Jepang ke Amerika Serikat segera mengidap kanker ala orang Amerika. Karena susunan genetik mereka sebagian besar nggak beralih, setiap perubahan risiko mayoritas pastinya disebabkan oleh lingkungan/ makanan.

Bandingkan bahaya kanker orang Jepang di Jepang (Osaka 1988) dengan orang Jepang di Hawaii. Risiko kanker prostat merayap hingga 300-400%! Ancaman kanker payudara lebih dari tiga kali lipat!

Jadi inilah paradoksnya. Jika risiko seorang wanita Jepang di Hawaii adalah 3 kali risiko wanita Jepang di Jepang, lalu mengapa penghuni planet bumi ini berasumsi bahwa kanker sebagai penyakit keturunan? Itu tidak masuk akal sama sekali.

Jika kita berpikir si kanker disebabkan oleh gerombolan mutasi genetik random, lalu mengapa gen bermutasi seperti orang gila di Hawaii? Apakah itu udara hawai dan mataharinya bermandikan radiasi ion? There’s lots of cancer in Hawaii, but where are the freakishly strong people who fly? Ada banyak kanker di Hawaii, tetapi di mana orang-orang kuat macam Batman yang bisa terbang?

Bandingkan kanker yang ditemukan di negara berkembang dengan negara maju. Ada diskrepansi akbar yang nggak bisa menjadi efek genetik. Kanker kerongkongan, misalnya hampir murni ditemukan di negara berkembang.

Tetapi risiko ini berubah berdasarkan migrasi. Jika kita pake paradigma mutasi somatik, kita akan kecolongan efek yang penting banget yang berpotensi mengarah pada pencegahan/ pengobatan.

Anda tau apa lagi yang menunjukkan efek migrasi yang sangat santer? Kegemukan. While studies are generally difficult to do, the available data suggest that immigration carries huge risk. Walaupun studi umumnya sulit dilakukan, data yang tersedia mengekspos bahwa imigrasi membawa ancaman gigantis.

Misalnya, imigrasi dari Pakistan ke Norwegia menghebatkan Indeks Massa Tubuh sebesar 4,9 (itu peningkatan besar). Imigran Kaukasia ke Kanada 15% lebih mini kemungkinannya untuk obesitas, tetapi risiko ini secara bertahap mengambung seiring lamanya hidup di Kanada. 30 tahun risikonya identik. 30 tahun adalah waktu yang singkat banget untuk melihat semua jenis mutasi genetik, tetapi cukup lama untuk perkara diet.
Jelas, ada variabel lain di sini—seperti paparan karsinogen (asbes), atau virus (Human Papilloma Virus) yang dapat menjelaskan variabilitas dalam kaliber kanker. Jadi lagi-lagi pertanyaan apakah kanker sebagai penyakit endokrin akan berkumandang. Sebentar… hold on. Jangan tergesa-gesa.

Begini. Intinya begini saja.

Teori Mutasi Somatik hampir pasti melenceng. Mutasi-mutasi ini kayaknya bukan pendorong transenden kanker. Fokus yang rabun pada mutasi genetik ini telah menghabiskan banyak sumber daya (uang dan upaya penelitian dan kekuatan otak) and it all leads to a complete dead end dan seluruhnya mengarah ke jalan buntu.

Sehubungan dengan kanker sebagai penyakit endokrin pada orang dewasa, kondisi kesehatan kita nggak lebih baik pada tahun 2017 dibandingkan pada tahun 1971. That’s sad, but true. Itu menyedihkan, tetapi begitulah adanya. Hanya ketika kita berani ngadepin fakta-fakta serius ini, baru kita dapat memulai mencari sifat kanker yang faktual dan real di tempat lain—yaitu bahwasanya kanker nggak lebih dan nggak kurang adalah penyakit metabolik dan endokrin.

Leave a Reply

Your email address will not be published.