Kanker Penyakit Keturunan? Ah. Masa? (4)

Kanker-Penyakit-Keturunan-Ah-Masa

Kanker penyakit keturunan, apakah itu mitos atau fakta? Teori kanker yang hype, kekinian dan dianggap aktual, diterima oleh hampir semua ahli onkologi dan peneliti di dunia, selama 5 dekade terakhir adalah bahwa kanker merupakan penyakit genetik. Ya kan? Ini disebut teori mutasi somatik (SMT), yang berkonsep bahwa sel bermutasi, dan impaknya bisa beranjak menjadi kanker. Ini membutuhkan multipel ‘hit’. Artinya, satu mutasi jarang adekuat untuk memberikan sel normal segala kebutuhan dan printilannya untuk beranjak menjadi kanker.

Untuk membaca seri kanker, silakan klik di sini untuk bagian satu, klik di eni bagian dua, klik di mari untuk bagian tiga.

Sebagai contoh, sel payudara normal dapat mengembangkan mutasi yang memungkinkannya untuk beranak pinak, tetapi membutuhkan mutasi lain untuk lolos dari deteksi oleh sistem kekebalan tubuh, menumbuhkan pembuluh darah dll. Jadi perlu beberapa mutasi untuk berubah menjadi problem kanker. Jadi, Anda bisa memprediksi bahwa kanker penyakit keturunan?

By: Dokter Jason Fung (Cancer and genetics – Cancer 4)

Jadi teori kanker penyakit keturunan atau basic dari teori SMT adalah:

  • Kanker berasal dari single sel kemudian mengakumulasi mutasi ‘segepok’ DNA. Jadi mutasinya sendiri terdiri dari sekumpulan sel.
  • Biasanya, sel tidak tumbuh dengan cepat.

Dengan kata lain, kanker disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengontrol proliferasi dan pertumbuhan sel. Ini adalah teori dasar yang diajarkan di sekolah kedokteran. Ini adalah paradigma kanker yang berlaku, yang pada esensinya ngasih warna dan nuansa gimana sih semua data ditafsirkan. Jika paradigma Anda melenceng, semua yang mengikuti akan ngawur.

Seperti halnya dalam nutrisi dan obesitas—jika Anda mengikuti paradigma ‘kalori’, maka semuanya diinterpretasikan dalam tilikan kalori. Biarkan diri Anda berkubang di dalam kesalahpahaman itu, dan Anda akan terjangkiti epidemi obesitas yang sedang happening saat ini. Pokoknya dijamin, Anda akan ikut-ikutan menggemuk.

Pada tahun 1971, Presiden AS Richard Nixon mendeklarasikan perang melawan kanker. Ini adalah ‘moon shot’ bahkan jika dia nggak menyebutnya demikian (Joe Biden akan lebih eksplisit dan menyebutnya demikian).

Sesungguhnya, jumlah sumber daya yang dicurahkan untuk memahami kanker selama 45 tahun terakhir ini mengejutkan banget, Sob. Namun kita seolah-olah jalan di tempat. Proses penyembuhan kanker nggak lebih baik daripada pada tahun 1971. Progressnya nyaris sama sekali nggak ada.

Sad, but true.

Sekali lagi saya ulang, satu-satunya cara untuk dapetin hasil yang crappy nan super jelek dari yang terjelek adalah memulai dari paradigma yang keliru.

Kanker Bukan Penyakit Keturunan kok
Pola makan vegan mungkin bisa mencegah kanker. Sumber Gambar

Jadi, sementara ada kemajuan besar dalam memahami kanker pada tingkat genetik dan molekuler, ada sedikit berita baik di bidang klinis, dengan beberapa pengecualian, seperti pada leukemia tertentu.

Keberhasilan ini telah mengangkat si gen ke status yang dihormati, khusus dalam persepsi publik tentang kanker.

Ini di-translate ke dalam dana riset untuk men-tackle dasar genetik, seperti The Cancer Genome Project, yang kesemuanya membuat kita seperti takes our‘eye off the ball’ atau mengalihkan fokus kita sejenak sehubungan dengan faktor-faktor lain yang sama pentingnya untuk perkembangan kanker.

It’s a distraction. Ini pengalihan isu.

Faktanya, kepentingan faktor genetik yang relatif subtil pada kanker golongan umum tegas tertampak. Bukti paling jelas melawan dasar genetik yang dominan untuk kanker berasal dari studi kembar.

Kembar identik berbagi gen identik, tetapi dan juga berbagi pengaruh lingkungan yang serupa jika dibesarkan bersama. Rata-rata saudara kembar hanya berbagi 50% materi genetik, sama seperti saudara kandung mana pun.

By comparing these two groups, you can get an idea of how important genetic factors are to the development of common cancers such as breast, colorectal, prostate etc.

Dengan membandingkan kedua grup ini, Anda dapat menyelami seberapa substansial variabel genetik bagi evolusi kanker seperti payudara, kolorektal, prostat dll. Untungnya, di Swedia, Denmark dan Finlandia, mereka mencatat registrasi dan data kembar ini pada 44.788 pasangan kembar, lantas ditinjau di kemudian hari.

Efeknya didefinisikan sebagai:

  1. Genetik.
  2. Lingkungan bersama (misalnya: merokok pasif, diet serupa).
  3. Dan lingkungan tidak dibagi (contohnya: paparan pekerjaan, infeksi virus).

Mayoritas risiko yang paling santer perihal penyebab kanker ternyata BUKAN genetik. Ini berlaku bahkan untuk kanker payudara di mana kita sering menganggap gen BRCA1 sebagai a ‘breast cancer death sentence’, atau’hukuman mati untuk kanker payudara’. Bahkan, ini hanya menyumbang 27% dari bahaya di bawah rata-rata. Ini berlaku untuk semua kanker. Untuk 80% kanker, ancaman yang dapat diatribusikan hanya 20-30%.

Faktor-faktor konsekuensi lingkungan menyumbang sebagian besar risiko dalam semua kasus kanker. Ini nyata terlihat dari studi migrasi.

Seperti yang kita lirik sebelumnya, level pengidap kanker payudara pada wanita Jepang di Hawaii jauh lebih semampai daripada wanita Jepang di Jepang. Clearly, genetika identik, tetapi lingkungannya tidak sama. Oleh karena itu, problematika bombastis adalah lingkungan.

Pada tahun 2004, in the New England Journal of Medicine, dalam Jurnal Kedokteran New England, Dr. Willett, dari Harvard, menerbitkan sebuah artikel mini yang mencatat meningkatnya insiden kanker payudara di Jepang. Dari tahun 1946 hingga 1970, angka insiden kanker payudara lebih dari dua kali lipat.

Itu mungkin menarik, meskipun dengan sendirinya Anda mungkin percaya itu adalah the effect of Enola Gay’s fiery kiss (the atomic bomb), efek dari “ciuman berapi-api” Enola Gay (nama salah satu bom atom). But what is fascinating is that increased height is consistently associated with increased risk of breast cancer. Tetapi yang menarik adalah bahwa peningkatan tinggi badan secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara.

What’s the link? Lantas, apa hubungannya, Sob?

Jika Anda melihat melambungnya kisaran tinggi badan yang stabil pada wanita Jepang, itu sejajar dengan mengangkasanya kanker payudara. Sekali lagi, itu dipastikan adalah efek dari lingkungan—mayoritas berkorelasi dengan diet.

Salah satu faktor general adalah kadar seperti insulin, faktor pertumbuhan-nomor-satu. Jika Anda memiliki kadar hormon yang bermanifestasi berupa pertumbuhan yang lebih jangkung, tinggi badan Anda juga akan mencuat, sayangnya, ini juga mengatur tahapan hal-hal lain ikutan tumbuh. Hal-hal seperti kanker payudara.

Tinggi badan bukanlah satu-satunya kondisi yang mencongol pada anak-anak. Jika Anda memiliki bola mata yang tumbuh terlalu hiper untuk panjang fokus optimalnya, maka Anda mengidap miopia atau mata mimus, or rabun dekat. Selama beberapa dekade belakangan kita telah menyaksikan peningkatan gigantis dalam jumlah kasus miopia.

Lihatlah sekeliling. Saya memakai kacamata. Saya jadi bahan cela-celaan tanpa belas kasihan sebagai seorang anak di sekolah umum karena, saya seorang kutu buku. Tetapi lebih dari itu, saya minoritas, hanya salah satu dari sedikit anak yang pake kacamata.

Kanker-Penyakit-Keturunan-Ah-Masa

Bagaimana dengan hari ini?

Melihat seantero sekolah, saya memperkirakan bahwa sepertiga dari kelas mengenakan kacamata. Nggak ada yang diejek karenanya, karena semua orang memakainya. Tahun lalu, keponakan perempuan saya yang berusia 9 tahun mengenakan kacamata dengan lensa bening hanya sebagai aksesori fesyen.

Mengapa miopia meningkat banyak banget? Obviously, jelas itu bukan genetik, karena terjadi dalam satu generasi. Sementara angkatan sebelumnya nggak ngalamin fenomena itu.

Kita beruntung lho, belum sempat ngabisin jutaan dolar penelitian—para ekspert berusaha untuk ‘membuktikan’ bahwa miopia adalah sekelompok mutasi random yang terjadi secara simultan di seluruh jengkal belahan planet bumi.

Jawabannya sebenarnya masih misteri, tetapi saya menduga bahwa elemen pertumbuhan yang ekstrem, termasuk insulin mungkin memainkan peran gadang di kasus ini.

Terlalu banyak pertumbuhan, secara umum, nggak selalu baik. Ya, emang betul sih orang menjadi lebih tinggi. Tetapi mereka juga menderita miopia dan kanker payudara. Tetapi realita bahwa lingkungan adalah aspek risiko yang luar biasa dan kausanya bukanlah genetika bukanlah berita anyar. Ini udah agak basi, Sob.

Even as early as 1981, Sir Richard Doll and Sir Richard Peto of Oxford University, looking at the causes of cancer suggested that 30% was attributable to smoking, but that 35% was due to diet.

Bahkan sejak 1981, Sir Richard Doll dan Sir Richard Peto dari Oxford University, melihat penyebab kanker menunjukkan bahwa 30% disebabkan oleh merokok, tetapi 35% disebabkan oleh diet. In 2015, researchers looking back at this seminal work suggested that these estimates were “Holding generally true for 35 years”.

Pada 2015, para peneliti melihat kembali pada pekerjaan seminal ini menyarankan bahwa estimasi ini “berlaku pada umumnya selama 35 tahun”. Laporan ini ditugaskan oleh kantor Kongres AS sebagian besar untuk melihat peran risiko pekerjaan (asbes). Merokok adalah variabel ancaman yang paling primer, tetapi diet lebih powerful lagi, angka mencapai 30%.

Apa sebenarnya masalah dengan diet itu, yang nggak bisa ditentukan peneliti saat itu. Bahaya serius lainnya adalah paparan pekerjaan (20%), termasuk asbes, debu, radiasi.

Infeksi adalah aktor renik, menembus hanya10%, termasuk bakteri (H. Pylori), dan virus (Human Papilloma Virus, Hepatitis B dan C, Epstein Barr Virus).

Itu menyisakan 5% populasi minuscule atau kecil banget yang dapat diasumsikan pada hal lainnya, termasuk genetika, nasib buruk, kebetulan, dan sejenisnya. Ini meninggalkan lebih dari 90% kanker disebabkan karena pekerjaan, tetapi yang luar biasa vital dapat dicegah.

Dengan penemuan itu, maka, secara direk bertentangan dengan perasaan yang ada, bahwa kanker mayoritas dikarenakan oleh lotere genetik dan ketidakberdayaan, dan sebaiknya kita pasrah aja, karena nggak ada yang bisa dilakukan untuk menangkis pembunuh terbrutal sepanjang sejarah. Jelas bahwa setiap upaya preventif harus fokus pada faktor-faktor yang diidentifikasi. Dengan kata lain: kanker bukan penyakit keturunan, Sob.

Ada sedikit kontroversi itu, yaitu:

  • Kita harus berhenti merokok.
  • Kita wajib menghindari paparan pekerjaan yang berbahaya (misalnya: asbes).
  • Kita kudu berusaha untuk tidak terinfeksi virus dan bakteri jahat/ mendapatkan vaksinasi.

Karena itu, segala ikhtiar harus langsung (tanpa belok2) berkonsentrasi pada diet, karena hal lain, termasuk mencoba ‘ngehack’ atau meretas genetika Anda akan memiliki manfaat minimal.

Link antara diet dan kanker adalah bukan penyakit keturunan adalah hubungan yang sangat penting, tetapi diabaikan dengan tergesa-gesa, dalam upaya untuk menyatakan kanker sebagai penyakit genetik dari akumulasi mutasi acak.

Leave a Reply

Your email address will not be published.