Mau Langsing dan Kurus? Atur Jam Makan!

mau-langsing-kurus-atur-jam-makan

Mau langsing dan kurus? Semua juga mau. Tapi bagaimana caranya? Sebelum, epidemi obesitas merebak di dunia ini, sekitar tahun 1970-an, ada transformasi yang signifikan di jagat-perpola-makan-an yaitu:

  1. Kita dianjurkan untuk selalu memamahbiak.
  2. Jenis hidangannya.

Gimana mau langsing jika kita mengikuti saran keliru seperti ini.

By: Dokter Jason Fung (Importance of Meal Timing for Weight Loss)

Sebelum tahun 1970, nggak ada tuh saran diet resmi yang disetujui pemerintah. Kamu melahap apa pun yang ibumu suruh makan. Dengan diterbitkannya Dietary Guidelines for Americans, kita “dibrainwash” untuk memotong lemak, lantas menggantinya dengan karbohidrat, yang mungkin baik-baik saja jika itu adalah brokoli dan kale, tetapi bisa jadi malah akan hamsyong jika semuanya adalah roti putih dan gula. Masalahnya, Indonesia mengikuti diet ala-ala ini jugak, Sob. Pertanyaan mau langsing dong, menjadi tanda tanya besar, banyak yang menjawab, tetapi sedikit yang tepat sasaran.

Mau Langsing dan Kurus? Atur Jam Makan!
Mau Langsing dan Kurus? Atur Jam Makan!

Tetapi perubahan ensiklopedis lainnya adalah mengenai jam makan. Nggak ada rekomendasi resmi mengenai hal ini, namun demikian, pola makan berubah secara substansial, dan saya percaya, ini berkontribusi terhadap krisis obesitas.

Dari studi NHANES pada tahun 1977, mayoritas orang makan 3 kali sehari—sarapan, makan siang, dan malam.

Saya dibesarkan di tahun 1970-an. Tidak ada kudapan. Jika Anda pengen ngemil sepulang sekolah, ibu Anda menghardik, “Jangan, kamu akan merusak makan malam.”

Bila Anda ingin camilan sebelum bobok, ia akan berkata. “No way!” Ngemil nggak dianggap perlu, kagak juga dianggap sehat. Itu adalah suguhan ekslusif, untuk dimakan hanya sesekali. Mau langsing benar-benar tertanam di kepala semua orang tua.

Pada 2004, dunia telah berubah. Everything is changing, Sob. Sekarang, kebanyakan orang makan nyaris 6 kali per hari. Hampir dianggap penganiayaan anak jika Anda mencabut kebiasaan ngemil atau nyamikan di sekolah. Jika mereka bermain sepak bola, entah bagaimana, kayaknya perlu banget gitu untuk ngasih mereka jus dan kue di antara jam istirahat. Kita berlarian mengejar anak-anak kita, memaksa mereka melahap cake dan minum jus, dan kemudian bertanya-tanya, mengapa kita mengalami krisis obesitas pada masa kanak-kanak.

Good job, everybody, good job.

Tanpa ilmu apa pun untuk menyokongnya, banyak otoritas gizi yang ngedukung makan beberapa kali sehari, dan sialnya, habit ini diasumsikan sebagai praktik yang keren. Padahal, nggak ada lho ‘sebutir’ pun penelitian yang secara remote mengatakan hal ini valid. Mungkin, sih, ini sebagai tanda perusahaan-makanan-ringan telah sukses beriklan, sehingga ahli diet, dan dokter, yang kadangkala nggak ngerti tentang nutrisi, ikut nebeng kejayaan firma makanan.

Baru-baru ini Satchin Panda melakukan studi yang ‘tampan’ tentang kebiasaan makan zaman now, yang dilacak melalui aplikasi smartphone. 10% orang makan paling sedikit sebanyak 3,3 kali per hari.

Artinya, 90% orang bersantap lebih dari 3,3 kali per hari. 10% orang memamah-biak 10 kali per day. Basically, kita start mengunyah beberapa detik setelah kita bangun, dan nggak berhenti sampe kita tidur lagi.

Durasi asupan harian rata-rata (jumlah waktu yang dihabiskan orang untuk makan) adalah 14.75 jam per hari. Artinya, jika Anda mulai makan sarapan jam 8 pagi, Anda nggak akan stop makan sampai pukul 22:45! WOW! Satu-satunya waktu, orang finis mengunyah adalah ketika tidur.

Ini kontras dengan style di era 1970-an, kami sarapan pada jam 8 pagi, dan makan malam pada pukul 18, sehingga durasi makan kasar hanya 10 jam.

The ‘feedogram’ menunjukkan, kita nggak mandek melahap-lahap-enak, bahkan setelah jam 11 malam pun, kita tetap makan. Ada juga bias nyata terhadap makan larut malam, karena banyak orang nggak lapar di pagi hari. Diperkirakan 25% kalori ditarik sebelum tengah hari, tetapi 35% pasca jam 18.

Ketika orang-orang obesitas makan lebih dari 14 jam per hari, lalu, diperintahkan untuk ngebatesin waktu makan mereka menjadi hanya 10-11 jam, mereka meramping (hilang sekitar 7,2 pon) dan merasa lebih oke, meskipun mereka nggak diinstruksikan untuk merombak apa yang mereka santap.

Coba bayangkan, hanya dengan memermak jam makan, semuanya bisa menyilih. Konsekuensi metabolisme menjadi kolosal banget. Sebuah riset yang memikat telah diterbitkan baru-baru ini. Studi ini secara frontral membandingkan jadwal makan yang teratur dengan skedul makan-waktu-terbatas/ intermiten yang dioptimalkan.

Baik puasa intermiten dan waktu-makan-yang-dibatasi cenderung menelurkan sejumlah penyusutan asupan makanan, dan oleh karena itu, nggak jelas, apakah manfaat dari strategi ini adalah karena waktu (kapan makan) ataukah karena makanannya (apa yang dikonsumsi). Ritme sirkadian mensinyalir bahwa, kebiasaan makan larut malam harus dibuang jika Anda ingin melangsing. Ini karena insulin yang bombastis adalah penggagas tersuperior pada obesitas, dan makan makanan yang sama, di pagi buta atau larut malam memiliki efek insulin yang divergen. Beda jamnya aja, hasilnya bisa beda, lho.

Emang sih, studi tentang waktu makan yang dibatasi, kebanyakan, mengekspos manfaat dari memangkas makan malem. Jadi masuk akal untuk meleburkan dua strategi waktu makan (rekomendasi sirkadian dan ngebatesin jam bersantap) menjadi satu strategi ideal:

  1. Makan hanya selama rentang waktu tertentu dalam satu hari.
  2. Dan cuma selama periode di awal siang.

Para peneliti menyinggung strategi eTRF (Early Time Restricted Feeding) ini.

Ini adalah studi crossover, isocaloric dan eucaloric secara acak. Artinya, semua pasien ngelakuin kedua program dari eksplorasi makan hidangan yang sama dan kalori yang identik, dan kemudian dibandingkan dengan diri mereka sendiri.

Dua analisis ini, makan antara jam 8 pagi sampai jam 20, dan prosedur makan eTRF antara jam 8 pagi dan jam 14 siang, plus, kedua kelompok tersebut, makan 3 kali sehari dari hidangan yang seragam. Beberapa akan mulai dengan diet konvensional, kemudian menyeberang ke eTRF, dan yang lain ngerjain yang sebaliknya, dipisahkan oleh durasi washout 7 minggu. Subyek adalah laki-laki pradiabetes. Benefitnya besar banget. Berarti kadar insulin jeblok secara bernas, dan resistensi insulin menukik juga.

Insulin adalah biang kerok si obesitas, jadi hanya dengan mengubah fase bersantap dan membatasi jumlah jam makan, dan juga dengan bergeser ke jadwal makan sebelumnya, menghasilkan manfaat makro bahkan pada orang yang sama yang makan hidangan yang serupa. Itu luar biasa.

Bahkan, yang lebih spektakuler adalah, bahwa bahkan setelah periode washout 7 minggu, kelompok eTRF menjaga derajat insulin yang lebih minor dibandingkan di awal. Lucunya, faedahnya tetap bertahan meski nggak lagi membuat limit pada jam makan.

Tekanan darah merosot secara gigantis juga, mengekspos keuntungan  metabolik yang lebih ‘liar’. Orang yang sama. Jumlah makanan yang sama. Hidangan kembar. Tetapi dengan profil metabolik yang jauh lebih kordial. Namun, apakah grup yang makannya-bebas-merdeka-kapan-aja-boleh-kunyah-kunyah a.k.a nggak disekat oleh waktu, akan menjadi lebih lapar? Tentu mereka mungkin lebih kurus, tetapi perut mereka yang menderita itu menggeram melulu, menagih makan di malam hari, kan? Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, Sob.

Hebatnya, justru sebaliknya lho. Orang-orang yang nggak dinner justru malah males makan, nafsu makan melandai, kapasitas perutnya juga menciut. Mereka nggak bisa melahap sebakul lagi di malam hari, melirik makanan pun ogah bener rasanya. Itu kece banget, karena sekarang kita bekerja sama dengan tubuh ini untuk melangsing, bukan malah terus-menerus melawan si bodi. Jelas lebih gampang untuk nggak usah makan malam jika Anda ndak lapar. Indeed, ini counterintuitive atau agak berlawanan dengan intuisi, jika makan terakhir Anda adalah jam 2 sore, ternyata lebih menerbitkan rasa kenyang di malam hari.

‘Sebaskom’ pelajaran ganteng lainnya adalah bahwa ada fase adaptasi untuk desain makan ala ini. Dibutuhkan rata-rata 12 hari untuk menyesuaikan diri dengan cara makan ini. Jadi, jangan buru-buru nyalahin formula ini jika Anda nggak segera memetik hasilnya, karena strategi eTRF nggak akan working hanya dalam jangka waktu beberapa hari, nggak ada yang instan di dunia ini, Bro.

Ini bisa melahap waktu hingga 3 atau 4 minggu untuk bikin harmonis. Mayoritas menemukan periode puasa relatif mudah untuk dipatuhi, tetapi lebih sulit menyinkronkan dengan mengekang waktu. Artinya, nggak sulit untuk berpuasa selama 16 atau 18 jam. Tapi makan malam jam 2 siang itu sulit lho. Mengingat jadwal bekerja atau sekolah di zaman modern ini, kita cenderung menunda makanan primer kita ke malam hari. Makan bersama keluarga yang sentral biasanya adalah makan malam, dan ini terpancang di otak kita. Jadi, saya nggak bilang ini adalah tugas yang simpel, tetapi yang pasti, makan ala-ala ini punya segepok manfaat metabolik.

Memiliki komunitas pendukung puasa, seperti komunitas keanggotaan IDM, pasti ngebantu banget. Alat bantu puasa, seperti teh hijau, kopi atau kaldu tulang juga dapat memuluskan prosesnya (meskipun beberapa nggak anggap itu puasa yang ‘legal’).

Mau langsing? Ikuti cara ibu ini untuk melangsing
Sumber Gambar

Tetapi intinya adalah ini. Kita ini selalu fokus, bahkan hampir obsesif pada pertanyaan ‘Apa yang Harus Kita Makan’?

  1. Haruskah saya makan alpukat atau steak ?
  2. Wajibkah saya makan quinoa atau pasta?
  3. Apakah sebuah keharusan bagi saya untuk makan lebih banyak lemak?
  4. Atau jangan-jangan harus mengurangi lemak?
  5. Fardhu-kah untuk makan lebih sedikit protein?

Nah, mari kita hadapi itu, jawabannya pasti berubah setiap beberapa tahun, tergantung kepada siapa Anda bertanya.

Namun, pertanyaan mau langsing dong, prinsipilnya hampir nggak pernah terjawab. Apa imbas JAM MAKAN terhadap obesitas dan parameter metabolik lainnya? Kita nggak pernah mikirin, sebenenernya, jam berapa sih kita ini kudu makan supaya bisa meramping?

Ternyata, cukup banyak ya, Sob, PR pada pertanyaan “mau langsing dong”, kita ini. Memiliki rentang waktu puasa yang spesifik mungkin krusial banget. Untungnya, strategi eTRF, dan puasa intermiten sekarang memberi harapan baru. Mau langsing dong, bukan lagi hanya sekedar cita-cita.

Leave a Reply

Your email address will not be published.