Tips Kurus dengan Puasa & Cara Mengusir Lapar

Tips-Kurus-dengan-Puasa-&-Cara-Mengusir-Lapar

Tips kurus dengan puasa dan bagaimanakah cara mengusir lapar yang menyiksa saat berpuasa?

Aloha, ini Sarah. Apa kabar kalian?

Kali ini, saya ingin mematahkan mitos bahwa PUASA AKAN MENINGKATKAN RASA LAPAR. Kebetulannya, mayoritas warga negara Indonesia adalah muslim, dan tentunya kalian pernah menjalani puasa saat ramadhan. Dan puasa di bulan puasa sangat berat (menurut saya). Kamu tidak diizinkan meminum setetes pun air pada siang hari. Tapi anehnya, kamu tetap menjalani hal itu sampai sebulan penuh, ya kan?

Apakah yang kamu rasa saat berbuka? Lapar menggelegak sampai ke ujung kepala? Saya yakin tidak. Kamu mengidam minuman manis dingin nan segar dan makanan lezat pada siang hari dan sesaat menjelang bedug. Setelah kamu meminum segelas dua gelas air dan beberapa butir kurma, lantas setelah itu kamu sholat tarawih berjamaah di mesjid, yang kamu rasakan setelah pulang adalah NGANTUK. Mungkin kamu lupa akan rasa laparmu.

Sekarang coba bayangkan saat sahur. Kamu hanya ingin bobok shantik, dan makan secukupnya saja. Betul kan?

Jadi, jika biasanya kamu sanggup menjalankan puasa selama sebulan tanpa air di siang hari, apalah artinya puasa intermittent yang masih mengizinkan kamu minum air, kopi, minyak sehat (kelapa dan zaitun), mentega (bukan margarine) selama 3 hari? Intermittent fasting selama 3 hari atau 5 hari, sambil tetap menjalankan aktivitas sehari-hari dan olahraga atau ngegym, tampak sangat RECEH. Sepakat?

Tips Kurus dengan Puasa & Cara Mengusir Lapar? LAPAR ITU BUKAN KARENA KAMU KURANG MAKAN, TAPI KARENA PIKIRANMU!

Nah, sekian saja intronya, mari kita membaca penuturan dokter ahli ginjal dari Kanada ini, dan sekarang mulailah memakai logikamu, bukan langsung percaya dengan mitos.

By Jason Fung.

Apakah puasa membuat rasa laparmu menjadi berkali-kali lipat, tak terbayangkan deritanya dan tidak dapat dikendalikan? Seringnya puasa memang digambarkan seperti itu, tapi apakah itu benar? Dari sudut pandang praktis murni, sebenarnya tidak. Dari pengalaman saya pribadi dengan ratusan pasien, salah satu laporan hal yang paling konsisten namun mengejutkan adalah RASA LAPAR BERKURANG SEIRING BERJALANNYA WAKTU, bukan malah semakin lapar. Mereka sering mengatakan hal-hal seperti, “Saya pikir saya akan dimakan oleh kelaparan, tapi sekarang saya hanya makan 1/3 dari porsi biasa, karena saya kenyang!” Itu bagus, karena sekarang kamu mengikuti sinyal lapar dari tubuhmu, bukan terus-menerus melawannya.

Peringkat pertama, kesalahpahaman paling umum tentang puasa adalah, puasa akan membuat kita kewalahan dengan kelaparan dan karena itu, pada saat berbuka kita cenderung makan dengan berlebihan. Ditambah, kamu mendengar pernyataan dari ‘ahli’ seperti “Jangan pernah berpikir tentang puasa, jika tidak, kamu akan sangat lapar sehingga kamu akan menghabiskan 100 kotak Donat Crispy Creme.” Cukup lucu, pengalaman ‘ahli’ ini poinnya adalah 0, baik secara pribadi atau dengan klien. Seumur hidupnya dia tidak pernah puasa. Jadi mengapa omongan dia sangat masuk akal?

Kira-kira 4-8 jam setelah kita makan, kita mulai merasa lapar dan mungkin menjadi sedikit rewel. Terkadang si lapar menyerang cukup kuat. Jadi kita membayangkan bahwa puasa selama 24 jam penuh menciptakan sensasi kelaparan 5 kali lebih kuat—dan itu akan menjadi tidak tertahankan. Tapi inilah yang TIDAK terjadi. Mengapa?

Kelaparan sebenarnya adalah keadaan yang sangat sugestif. Artinya, kita mungkin tidak lapar sedetik pun, tapi setelah mencium daging steak dan mendengar desisnya, kita menjadi sangat lapar. Kelaparan juga merupakan fenomena yang dipelajari, seperti yang ditunjukkan oleh eksperimen klasik anjing Pavlov—yang dikenal dalam psikologi sebagai Pavlovian, atau pengkondisian klasik.

Pada tahun 1890-an, Ivan Pavlov sedang mempelajari air liur pada anjing. Anjing akan mengeluarkan air liur saat mereka melihat makanan dan berharap untuk makan (stimulus tanpa syarat – UCS) – yaitu, reaksi ini terjadi secara alami dan tanpa harus diajari. Dalam eksperimennya, asisten laboratorium akan masuk untuk memberi makan anjing-anjing tersebut dan anjing-anjing itu segera mulai mengasosiasikan lab coat/ jas laboratorium (AC stimulus-CS) dengan makan. Tidak ada hal intrinsik yang menarik perhatian seorang pria di lab coat (yummy!), namun hubungan yang konsisten antara pria yang menggunakan jas laboratorium dan makanan, menghubungkan keduanya di benak anjing.

Segera, anjing-anjing itu mulai mengeluarkan air liur saat melihat jas laboratorium saja (sekarang dikondisikan) bahkan jika makanan tidak tersedia. Ivan Pavlov, menyadari hal ini dengan jenius, melihat asosiasi ini dan mulai bekerja dengan lonceng dan sebelum kamu menyadarinya, Ivan mengemasi tasnya ke Stockholm untuk mendapatkan Hadiah Nobelnya dan mencicipi bakso Swedia yang sangat lezat.

Intinya adalah, dengan memasangkan lonceng dan makanan, anjing mulai melelehkan air liur. Lantas, meskipun hanya mendengar lonceng tanpa makanan, anjing tetap melelehkan air liur. Ini adalah Respon Terkondisi.

Penerapan pelajaran Psikologi nomor 101 untuk kelaparan ini sudah jelas. Artinya, kita bisa menjadi lapar karena berbagai alasan—beberapa di antaranya alami (wangi steak dan desis-an steak) dan lainnya hal yang telah terkondisikan pada kita. Tanggapan terkondisi ini bisa sangat kuat dan menyebabkan kelaparan. Jika kita secara konsisten makan pagi setiap pagi jam 7:00, makan siang pukul 12.00 dan makan malam jam 6:00 sore, maka pada jam-jam itu, menjadi stimulus yang terkondisi untuk makan. Bahkan jika kita makan porsi besar pada malam sebelumnya, tidak berarti pada pagi hari si lapar berkurang, kita mungkin menjadi ‘lapar’ karena jam 7:00. The-conditioned-stimulus (waktu pukul 7:00) menyebabkan the-conditioned-response (kelaparan).

Demikian pula, jika kita mulai mengasosiasikan menonton film dengan popcorn dan minuman manis yang lezat, maka pikiran tentang film saja bisa membuat kita lapar meski kita sudah makan malam dan seharusnya tidak akan lapar. Film ini adalah stimulus terkondisi. Perusahaan makanan, tentu saja, menghabiskan miliaran dolar untuk meningkatkan jumlah CS yang akan membuat kita lapar. The-Conditioned-Response adalah mengidam—untuk popcorn, keripik, hot dog, soda, dll.

Makanan di ballgame! Makanan dengan film! Makanan dengan TV! Makanan di jam istirahat pertandingan sepak bola anak-anak! Makanan sambil mendengarkan ceramah! Makanan di konser! Kamu bisa makan dengan kambing. Kamu bisa makan di pos kamling. Kamu bisa makan di rumah. Kamu bisa makan dengan rubah. Conditioned-responses, untuk setiap orang.

Picture source: icecreamlean.com

Bagaimana cara mengatasi ini? Nah, puasa intermiten menawarkan solusi yang unik. Dengan melewatkan makanan secara acak dan memvariasikan interval yang kita makan, kita bisa mematahkan kebiasaan kita makan 3 kali sehari, come hell or high water. Kita tidak lagi memiliki respon kelaparan yang terkondisi setiap 3-5 jam. Kita tidak lagi menjadi lapar hanya karena jam menunjukan pukul 12:00. Sebagai gantinya, kita tetap mendapat respons tak berkondisi tentang kelaparan, tapi bukan yang terkondisi. Artinya, ‘Kamu merasa lapar karena kamu lapar’, bukan ‘kamu merasa lapar karena siang hari’.

Sama halnya dengan tidak makan sepanjang hari, kita bisa mematahkan asosiasi antara makanan dengan suatu aktivitas—TV, film, car rides, permainan bola dll. Inilah solusinya. Memamah-biak hanya di meja makan. Tidak makan di depan laptopmu. Tidak makan di dalam mobil. Tidak makan di sofa. Tidak makan di tempat tidur. Tidak makan di ruang kuliah. Tidak makan di pertandingan bola. Tidak makan di toilet. (Oke, yang terakhir itu kotor, tapi saya pernah melihatnya!)

Jaringan Obesitas Kanada—dari www.weightymatters.ca

Lingkungan makanan Barat saat ini, tentu saja, berusaha untuk melakukan hal yang sebaliknya. Ada kedai kopi atau restoran cepat saji di setiap sudut. Ada vending machines a.k.a mesin penjual otomatis di setiap celah pada setiap bangunan di Amerika Utara. Di semua konferensi, bahkan di Canadian Obesity Network, setiap waktu istirahat disambut dengan muffin dan kue yang menggemukan. Ironis dan lucu serta begitu memilukan. (Ya, kami adalah dokter yang mengobati obesitas. “Woi, ada muffin, Coy! Saya akan ngemilin itu di ruang kuliah walau saya nggak terlalu lapar!”)

Salah satu keuntungan utama dari puasa adalah kemampuan untuk memecahkan semua respons terkondisi ini. Jika kamu terbiasa makan setiap 4 jam, maka kamu tidak akan mulai mengeluarkan air liur seperti anjing Pavlov setiap 4 jam. Jika kita dikondisikan dengan cara ini, tak heran bila kita merasa semakin sulit untuk menolak semua restoran Mcdonald dan Tim Horton saat berjalan-jalan. Kita dibombardir setiap hari dengan gambar makanan, referensi makanan, dan toko makanan itu sendiri. Kombinasi kenyamanan mereka dan respons Pavlov yang mendarah daging sangat mematikan dan menggemukkan.

Untuk me-remuk-an kebiasaan ini, kita harus mengerti bahwa cold turkey seringkali gagal. Sebagai gantinya, jauh lebih baik mengganti satu kebiasaan dengan kebiasaan lain yang kurang berbahaya. Misalnya, kamu terbiasa mengunyah—keripik atau popcorn atau kacang-kacangan—saat menonton TV. Menghentikan ngemil dengan tiba-tiba akan membuatmu merasa ada sesuatu yang ‘hilang’. Sebagai subtitusi, ganti kebiasaan ngunyah sesuatu itu dengan minum secangkir teh herbal atau teh hijau. Ya, awalnya kamu akan merasa aneh, tapi kamu akan merasa jauh lebih tersiksa dengan sesuatu yang ‘hilang’. Jadi, saat berpuasa, gantilah seporsi nasi rames dengan secangkir besar kopi pahit. Begitu pula ketika sarapan. Ketika makan malam juga, ganti dengan semangkuk kaldu buatan sendiri.

Ini akan lebih mudah dalam jangka panjang.

Hal yang sama biasanya dilakukan oleh para perokok yang ingin pensiun, mereka sering kali mengunyah permen karet ketika mengidam nikotin. Memang sih tips kurus dengan puasa & cara mengusir lapar ini tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Pengaruh sosial juga bisa berperan besar menyangkut perihal makan. Saat kita bersama teman, seringnya kita akan makan, minum kopi manis, atau melakukan acara nyamikan semacam itu. Ini normal, alami dan merupakan bagian budaya manusia di seluruh dunia. Mencoba melawannya jelas bukan strategi untuk menang. Menghindari situasi sosial juga tidak sehat. Bahasan tentang apakah tips kurus dengan puasa dan cara mengusir lapar sangat menarik, bukan?

Jadi apa yang harus dilakukan? Sederhana. Jangan mencoba untuk melawannya. Sesuaikan puasa dengan jadwalmu. Jika kamu mempunyai rencana makan malam besar dengan kolega, teman atau keluarga, maka jangan sarapan dan lewatkan saja makan siang. Salah satu cara termudah untuk menyesuaikan puasa dalam hidupmu adalah dengan melupakan sarapan pagi, karena kita jarang makan bersama di meja makan saat pagi hari, jadi selama hari kerja mudah melewatkan melapik-perut pagi-pagi tanpa ada yang memperhatikan. Hal ini akan mempermudah berpuasa selama 16 jam (protokol 16: 8). Juga, makan siang, mudah meninggalkannya tanpa ada yang berteriak-teriak mengejekmu selama hari kerja, kecuali kamu makan siang bersama dengan orang yang sama setiap hari. Hal ini memungkinkan kamu untuk ‘menyelipkan’ puasa 24 jam tanpa usaha khusus.

Jadi, intinya ada dua komponen utama penyebab lapar:
1. Rangsangan biologis yang tidak berkondisi – yaitu, bagian yang biasanya akan merangsang kelaparan secara alami (aroma, melihat penampakan makanan, dan rasa makanan.)
2. Dan rangsangan terkondisi (saat belajar, menonton film, ceramah, permainan bola). CS ini tidak secara alami merangsang rasa lapar, tapi melalui asosiasi yang konsisten, namun telah menjadi hampir sama kuatnya. Begitulah, film, TV, melihat iklan McDonalds, suara jingle dll. Mereka telah saling terjalin, tapi sama sekali tidak dapat dipungkiri lagi. Cukup ubah responsnya (minum teh hijau bukan makan popcorn). Puasa membantu mematahkan semua rangsangan terkondisi, dan dengan demikian membantu mengurangi, tidak meningkatkan rasa lapar. Lapar tidak sesederhana perutmu telah ‘kosong’. Jadi memang tips kurus dengan puasa dan cara mengusir lapar itu penting jika Anda ingin melangsing permanen.

Jadi —inilah pertanyaan sebenarnya—apakah puasa menyebabkan makan berlebihan? Ini dijawab dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2002. 24 subyek sehat puasa selama 36 jam dan kemudian asupan kalori diukur. Di saat awal, subjek makan 2.436 kalori per hari. Setelah 36 jam berpuasa, terjadi peningkatan asupan kalori hingga 2914 kalori. Jadi ada tingkat over-eating hampir 20%. Tetapi, selama periode 2 hari, masih ada defisit bersih 1.958 kalori selama 2 hari. Jadi jumlah ‘over’ yang dimakan hampir tidak mengkompensasi periode waktu puasa. Mereka menyimpulkan, “puasa 36 jam .. tidak menimbulkan dorongan kuat dan tidak berkondisi untuk memberi kompensasi pada hari berikutnya.”

Jadi sari pati pembicaraan kita kali ini adalah PUASA TIDAK MENDORONGMU MAKAN BERLEBIHAN SAAT BERBUKA. DAN JUGA, KAMU TIDAK AKAN MERASA KEWALAHAN DENGAN RASA LAPAR.

Jadi pertanyaan tentang apakah tips kurus dengan puasa dan bagaimanakah cara mengusir lapar yang menyiksa saat berpuasa, sudah terjawab kan? Apakah ini berita yang mengezutkan, Mister? Ha ha.

Leave a Reply

Your email address will not be published.